Zonajatim.com, Sidoarjo – Sidang lanjutan kasus penipuan tambang nikel dengan terdakwa Christian Halim yang diadili Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor Christeven Mergonoto terungkap banyak kejanggalan, Senin (1/3/2021).

Pasalnya pengakuan saksi pelapor mengenai dugaan penipuan dan penggelapan yang dilaporkannya membuat para hakim bingung dan menilai kasus ini aneh. Hal ini terungkap ketika saksi pelapor Christeven Mergonoto mengakui bahwa dirinya sebenarnya tak begitu paham dengan bisnis tambang nikel yang dikerjakannya dengan terdakwa Christian Halim. “Saya tak begitu tahu dengan terdakwa Christian Halim, saya dikenalkan dengan terdakwa oleh saksi yakni Pangestu Hari Kosasih dan Mohammad Gentha Putra. Terdakwa katanya memiliki pakde yang ahli dalam bidang bisnis nikel, makanya saya percaya menyerahkan pekerjaan pembangunan infrastruktur tambang nikel kepada terdakwa,” katanya.
Kemudian saksi Christeven Mergonoto yang juga salah satu direktur PT Santos Jaya Abadi (Kapal Api) mendirikan perusahaan bernama PT Cakra Inti Mineral (CIM) bersama Pangestu Hari Kosasih dan Mohammad Gentha Putra. PT CIM merupakan perusahaan penerima hak eksklusif dari PT Trinusa Dharma Utama (TDU) selaku pemegang IUP.OP tambang nikel di desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara yang juga merupakan milik M Gentha Putra.
Untuk menjalankan operasional, Christian Halim yang merupakan Direktur Utama PT Multi Prosper Mineral (MPM) ditunjuk sebagai kontraktor yang tertuang dalam kontrak perjanjian kerjasama pada 26 September 2019.
Pengakuan saksi Christeven Mergonoto dalam pembangunan infrastruktur pembangunan tambang nikel tersebut ia disodori dana investasi sebesar Rp 20,5 miliar oleh terdakwa. “Karena saya percaya dengan keahlian dia, saya menyetujui dan transfer uang Rp 20,5 miliar dari uang pribadi saya ke rekening terdakwa dalam beberapa tahap,” katanya saat ditanya JPU Sabetania serta Ketua Majelis Hakim Tumpal Sagala di ruang sidang Chandra.
Namun, anehnya ketika dia merasa progres pembangunan yang dikerjakan oleh terdakwa tidak sesuai dengan harapannya, saksi pelapor Christeven Mergonoto tidak bisa memastikan kerugiaan yang diderita perusahaannya. “Saya tidak tahu berapa kerugian saya, saya hanya tahu kerugian saya setelah diperiksa polisi dan pihak penyidik menggunakan jasa penaksir dari ITS kalau proyek saya yang dikerjakan terdakwa nilainya hanya sebesar Rp 11 miliar, jadi kerugiannya Rp 9,5 miliar itu dari hitungan orang ITS,” kata saksi Christeven Mergonoto.
Ketika ditanya Advokat Alvin Lim dari LQ Indonesia Lawfirm, kuasa hukum terdakwa Chrisian Halim tentang perjanjian kerjasama bisnis perihal pinalti kerja jika ada pelanggaran spek, Christeven Mergonoto menyatakan tidak ada pinalti karena memang tidak mencantumkan spek kerja dalam perjanjian bisnis. “Jadi kami tidak melakukan somasi atau gugatan hukum kepada terdakwa, karena kami saling percaya saja,” katanya.
Menurut Alvin Lim, dari pengakuan saksi pelapor, jelas perkara yang menyeret kliennya adalah murni perdata bukan pidana, artinya kasus ini banyak rekayasa oleh penyidik kepolisian karena justru yang menilai kerugian itu penyidik bukan pelapor.

Advokat Jaka Maulana, SH juga menuturkan bahwa malah Pelapor yang tidak membayarkan dan mengganti biaya penambangan kurang lebih 2 Milyar. Disini ada dugaan “maling teriak maling” .
Advokat Natalie Manafe, SH dari LQ Indonesia Lawfirm Jakarta Pusat menegaskan bahwa tim kuasa hukum akan berupaya sekuat tenaga untuk melepaskan Terdakwa dari segala jerat hukum sebagaimana diatur dalam pasal 191 KUHAP, perbuatan terbukti namun bukan perbuatan pidana.
Empat pengacara dari kantor LQ Indonesia Law Firm Jakarta selaku kuasa hukum terdakwa Christian Halim hadir dipersidangan yakni Advokat Alvin Lim SH, MSc, CFP, Jaka Maulana, Anita Natalia Manafe SH, MH. dan Leo Detri SH, MH. Sidang dipimpin majelis hakim diketahui Tumpal Sagala dilanjutkan Kamis ( 4/3). sp