Zonajatim.com, Surabaya – Sidang lanjutan kasus penipuan tambang nikel dengan terdakwa Christian Halim yang diadili Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan tiga saksi yang diajukan Jaka Maulana SH kuasa hukum terdakwa Christian Halim, Kamis (1/4/2021).
Ada dua saksi yang meringankan, atau A de Charge yakni Bimantara Agung Prawoto dan Indra Alfiandi. Kedua saksi ini menyatakan bahwa sudah sering mengerjakan proyek penambangan bersama terdakwa Christian Halim. Saksi Bimantara dari PT MPI selaku pemilik alat berat penambangan yang disewa terdakwa Christian Halim dari PT MPM, kemudian Indra Alfiandi selaku konsultan dan kontraktor penambangan serta Dr Ghansam Anand SH saksi ahli perdata Unair.
Saksi Bima yang mengaku sudah mengenal terdakwa Christian Halim sebagai teman kuliah dan sesama kontraktor penyewaan peralatan penambangan diajak terdakwa mengerjakan penambangan nikel di Morowali mulai Desember 2019 hingga Februari 2020. “Saya waktu itu lihat pembangunan infrastuktur sudah ada dan sudah mulai menambang hingga menghasilkan 17 ribu metrik ton nikel dengan kadar 1,8,” ujar Bima.
Namun hasil penambangan nikel tersebut diambil paksa oleh PT CIM selaku mitra kerjasama PT MPM dan tidak ada pembayaran. “Bahkan sampai saat ini alat berat kami masih ditahan oleh PT TDU selaku pemilik lokasi penambangan, saya tidak tahu alasannya menahan alat berat kami,” ujar Bima.
Sedang saksi Indra Alfiandi yang merupakan kontraktor dan konsultan penambangan sudah beberapa kali bekerjasama dengan terdakwa Christian Halim mengerjakan proyek penambangan di sejumlah tempat. “Saya diajak oleh Christian Halim untuk menambang nikel di Morowali sekitar Oktober 2019, kami diberi buku dari PT TDU mengenai potensi penambangan, namun kami langsung melakukan survei dan hasilnya potensi yang kami temukan tidak cocok dengan buku yang kami terima,” katanya.
Karena itu, lanjut Indra sebagai konsultan penambangannya dirinya menentukan titik penambangan yang memiliki potensi sesuai dengan target yang diharapkan. “Bersamaan dengan dimulainya pengeboran nikel, kami melihat pembangunan infrastruktir seperti jalan, base camp laboratorium digarap,” kata Indra.
Menurut Indra, dari hasil survei yang dilakukannya terhadap lokasi tambang nikel PT TDU hasilnya tidak semua memiliki potensi tambang yang baik. “Namun sebelum kami mencapai target 100 ribu metrik ton nikel, sudah dihentikan sekitar Februari 2020,” katanya.
Sementara saksi ahli hukum perdata yang diajukan yakni Dr Ghansam Anand SH dosen FH Unair Surabaya yang merupakan ahli perdata perikatan.
Dalam keterangannya di muka majelis hakim yang dipimpin Ni Made Purnami, saksi ahli menerangkan soal perbedaan wanprestasi dan penipuan yang ditanyakan oleh Jaka Maulana SH.
Saksi ahli menjelaskan terkait perbedaan istilah wanprestasi dengan tindak pidana penipuan. Menurutnya, penipuan adalah rangkaian kebohongan yang sengaja dilakukan pelaku untuk mempengaruhi korban. Apabila korban sejak awal tahu, pasti tidak akan tergerak untuk melakukan perjanjian.
Menurut Dr Ghansam Anand SH, wanprestasi merupakan implikasi dari tidak dilaksanakannya kewajiban dalam suatu perjanjian, kesepatan atau perikatan. Hak dan kewajiban timbul karena adanya perikatan dalam perjanjian yang sah menurut Pasal 1320 KUH Perdata. “Wanprestasi terdiri dari empat jenis : tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya,” katanya.
Kemudian berkenaan dengan konsekuensi atas wanprestasi sebagaimana diatur dalam pasal 1243 KUHPerdata dinyatakan adanya somasi, kemudian penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan. “Mereka yang berselisih ini terutama yang memberi pekerjaan bisa mengajukan gugatan perdata,” jelasnya.
Ditanya oleh Jaka Maulana apakah seseorang yang melakukan kesepakatan mengerjakan proyek namun dalam perjalanannya dinilai tak memuaskan karena tak sesuai janji kemudian diputus sepihak, masuk kategori wanprestasi atau penipuan. “Dalam hubungan hukum perikatan, tak tepati janji atau tak sesuai perjanjian merupakan wanprestasi jadi masuk keperdataan,” jelas Ghansam Anand.
Ditanya Jaka Maulana mengenai selisih pembayaran yang muncul dalam perjanjian, saksi ahli Ghansam menyebut selisih pembayaran itu masuk dalam keuntungan atau memang kelebihan perhitungan. “Kalau itu kelebihan perhitungan ya dikembalikan karena ini keperdataan,” katanya.
JPU Novan dan Ny Sabetania tak mengomentari penjelasan saksi ahli perdata, karena kasus yang disidangkan adalah kasus pidana. Terdakwa Christian Halim ketika diminta hakim mengomentari keterangan saksi yakni Bima dan Indra dan Ghansam Anand, Christian Halim mengatakan keterangan saksi benar semua.
Jaka Maulana SH selaku kuasa hukum Christian Halim mengatakan keterangan saksi Bima dan Indra menyebut bahwa terdakwa Christian Halim sudah berpengalaman menggarap proyek penambangan di sejumlah tempat. “Ini artinya klien kami bukan bohong kalau dia kapabel dipertambangan, buktinya dia melibatkan konsultan dan kontraktor tambang, namun hasilnya kurang maksimal karena ditengah jalan dihentikan secara sepihak,” katanya.
Menyinggung saksi ahli Ghansam Anand, Jaka Maulana mengatakan ejak awal kasus yang menjerat kliennya ini murni perdata. “Ini kan sengketa kesepakatan atau perjanjian saja,” tegasnya.
Kasus ini dilaporkan oleh Christeven Mergonoto yang juga salah satu direktur PT Santos Jaya Abadi (Kapal Api) yang merasa tidak puas dengan bisnis kerja sama proyek tambang nikel tersebut. Dalam perjalanannya, perjanjian kerja sama yang dilakukan secara lisan itu terjadi selisih nilai dari modal yang dikucurkan dengan hasil pengerjaan proyek. Selisih nilai tersebut diperkirakan sebesar Rp 9,3 milliar lebih. sg