Zonajatim.com, Surabaya – Sidang perkara dugaan penipuan bisnis penambangan nikel di Morowali Sulawesi Tengah dengan terdakwa Christian Halim di PN Surabaya memasuki babak pemeriksaan terdakwa, Selasa (6/4/2021).
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ni Made Purnami mendengarkan keterangan terdakwa Christian Halim secara daring.Dalam menjawab pertanyaan JPU Ny Sabetania, terdakwa Christian Halim mengaku dia yang sedang menggarap penambangan nikel dihubungi oleh Ilham Erlangga dari PT TDU yang memiliki lahan pertambangan nikel di Morowali untuk dikenalkan dengan bosnya bernama M Gentha Putra. “Tolong bantu bos saya untuk menggarap tambang nikel, karena dia butuk kontraktor,” ujar terdakwa Christian Halim menirukan omongan Ilham Erlangga.
Singkat kata, dirinya kemudian dikenalkan dengan M Gentha Putra dan dipertemukan dengan investor Christeven Mergonoto yang ingin berbisnis nikel. “Dari sejumlah pertemuan mulai Juli hingga Agustus 2019 akhirnya disepakati bahwa saya ditunjuk sebagai kontraktor pelaksana penambangan nikel sekaligus membangun infrastruktur,” katanya.
Mereka kemudian membuat kesepakatan tertulis proyek penambangan antara PT CIM (yang dibentuk M Gentha Putra, Christeven Mergonoto) dan PT MPM (milik terdakwa Christian Halim) Dalam kesepakatan itu, Christian Halim mengajukan RAB untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp 20,98 miliar, namun pihak Christeven Mergonoto mentransfer anggaran Rp 20,5 miliar dalam beberapa tahap lewat rekening pribadi Christian Halim.
Pengakuan Christian Halim, dari uang kiriman Christeven Mergonoto tersebut sebanyak Rp 1,5 miliar disetorkan ke M Gentha Putra dan Ilham Erlangga sebagai uang jaminan pemilik IUP ((lokasi penambangan) serta untuk biaya penambangan nikel sekitar Rp 2 miliar sesuai dengan perintah M Gentha Putra selaku Dirut PT CIM.
Sisa uang tersebut kemudian dipakai Christian Halim membangun infrastruktur seperti mess, jalan, bengkel, laboratorium, Jeti untuk tempat bersandar kapal tongkang penganggung hasil tambang nikel. “Namun pembangunan belum selesai, saya diputus sepihak dan kemudian dilaporkan polisi dengan tuduhan penipuan dan penggelapan,” ujar terdakwa Christian Halim.
Advokat Alvin Lim SH selaku kuasa hukum terdakwa Christian Halim, mengatakan berdasar pasal 184 keterangan terdakwa penting karena salah satu alat bukti adalah keterangan terdakwa yang disampaikan di persidangan. “Disinilah peran majelis hakim untuk menilai keterangan terdakwa apakah bersesuaian dengan saksi-saksi lainnya sebagai petunjuk,” jelas Alvin Lim.
Dari keterangan terdakwa dan saksi-saksi lain, sebenarnya bahwa kasus ini simpel bahwa seseorang merasa tidak puas dengan hasil kerja infrastruktur yang dibangun tetapi permasalahannya uang belum lunas. “Ada bukti di persidangan jelas itu, infrastruktur belum jadi karena uangnya kurang sekitar Rp 5 miliar,” katanya.
Jadi kalau lihat disini, satu unsur tidak terpenuhi kenapa kalau dikatakan ada perbuatan pidana itu perbuatannya prematur, belum selesai, belum ada serah terima. “Karena belum selesai pekerjaannya gak bisa dikatakan menipu, wong belum selesai kok pasti tidak sesuai keinginan,” katanya.
Yang kedua, apapun yang terjadi tindakan terdakwa ada dan terbukti dan perbuatan itu bukan pidana sesuai diatur KUHAP sehingga semestinya ini yang menjadi Onslag. “Semua yang diperbincangkan di persidangan adalah sengketa-sengketa seperti target tidak terpenuhi karena memang belum selesai, ini sengketa bisnis, klien kami tidak lari membawa uang, bahkan alat beratnya masih disitu bahkan sekarang disita oleh M Gentha, jadi klien saya tidak kabur, makanya disini unsur penipuannya lemah,” tegas Alvin Lim.
Kasus ini dilaporkan oleh Christeven Mergonoto yang juga salah satu direktur PT Santos Jaya Abadi (Kapal Api) yang merasa tidak puas dengan bisnis kerja sama proyek tambang nikel tersebut.
Dalam perjalanannya, perjanjian kerja sama yang dilakukan secara lisan itu terjadi selisih nilai dari modal yang dikucurkan dengan hasil pengerjaan proyek. Selisih nilai tersebut diperkirakan sebesar Rp 9,3 milliar lebih. sg