Zonajatim.com, Surabaya – Sidang dugaan penipuan bisnis tambang nikel dengan terdakwa Christian Halim dilanjutkan dengan agenda pledoi yang diajukan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa Christian Halim dalam sidang yang digelar secara daring di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (19/4/2021).
Terdakwa Christian Halim dalam pembelaan menyampaikan curhatnya mengenai kasus yang membelitnya karena kriminalisasi yang dilakukan pelapor Christeven Mergonoto Cs. “Kami tidak punya maksud menipu pelapor karena kami bekerja lantaran ditunjuk dan diminta untuk menggarap proyek tambang nikel,” katanya.
Namun semuanya berantakan karena proyek belum selesai sudah dihentikan sepihak dan kemudian dilaporkan ke polisi. “Kami minta yang mulia majelis hakim untuk membebaskan saya dari semua tudingan pelapor, justru saya merugi karena ada pekerjaan yang tidak dibayar oleh pelapor,” ujarnya.
Sementara dalam nota pembelaannya, Jaka Maulana SH dan Anita Natalia Manafe SH tim penasehat hukum (PH) terdakwa Christian Halim menyatakan bahwa perkara ini berawal dari penawaran yang diajukan oleh pelapor Christeven Mergonoto cs.
“Polemik pembangunan infrastruktur penunjang penambangan ini terjadi akibat dampak dari adanya kerjasama kegiatan penambangan yang sebelumnya dijalin antar pihak, yaitu antara PT CIM dan PT MPM,” ujar Jaka Maulana.
Semua berjalan lancar dan tanpa hambatan, hingga akhirnya pada sekitar bulan September 2019, Christian ditunjuk sebagai kontraktor pelaksana yang mana kesepakatan tersebut dituangkan di dalam sebuah Perjanjian Kerjasama Jasa Penambangan antara PT Cakra Inti Mineral dan PT Multi Prosper Mineral.
Tidak ada prasangka, firasat, itikat buruk maupun kecurigaan timbul dalam benak Christian saat itu, bahwa keputusannya untuk menerima tawaran kerjasama pengerjaan proyek penambangan bijih nikel di Desa Ganda Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, dan mengadakan kesepakatan kerja sama dengan PT Cakra Inti Mineral, justru akan mengantarkannya ke kursi pesakitan sebagai seorang terdakwa yang dituduh melakukan penipuan dan penggelapan.
Penderitaan ini, belum termasuk juga kerugian yang secara nyata telah dia alami, antara lain tagihan biaya pekerjaan yang belum dibayarkan, defisit keuangan, kehilangan pekerjaan akibat alat-alat berat yang ditahan, kerugian materiil atas depresiasi alat berat yang ditahan hingga hari ini. Bahkan yang paling parah di antara itu semua, Christian harus merasakan pahitnya kehilangan kebebasan untuk dapat berkumpul bersama dengan keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
Jaka Maulana mengakui, soal pembangunan infrastruktur tanpa adanya kontrak tertulis, hanya adanya Rencana Anggaran Biaya (RAB) senilai Rp20,5 miliar dan tidak ada grand desain sebelumnya.
Jaka Maulana menyatakan bahwa kewajiban pekerjaan terdakwa belum terselesaikan, seperti pembangunan kantor, Jetty (dermaga khusus), maupun beberapa jenis pekerjaan lainnya, dikarenakan adanya penghentian pekerjaan.
Adanya kelebihan bayar sebesar Rp9,3 miliar yang menurut perhitungan ahli ITS merupakan hanya bentuk estimasi saja. “Hasil perhitungan appraisal selalu berbentuk estimasi. Untuk itu, hasil perhitungan (ahli) patut dipertanyakan,” ujar Jaka Maulana SH didampingi Anita Natalia SH dari kantor hukum LQ Law Firm Indonesia.
Bahkan, terdakwa mengaku mengalami kerugian atas proyek ini. Ia mengaku berdasarkan perhitungan tim auditornya, pada proyek infrastruktur tersebut, terdakwa sudah mengeluarkan biaya sebesar Rp21,2 miliar.

Oleh karena itu, LQ Law Firm Indonesia selaku tim penasihat hukum terdakwa memohon, agar kiranya Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini berkenan untuk menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut menyatakan Terdakwa Christian Halim terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan sebagaimana di dalam dakwaan kesatu, tapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging), memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini dibacakan. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat sertamartabatnyadan membebankan biaya perkara kepada negara.
Kasus ini dilaporkan oleh Christeven Mergonoto yang juga salah satu direktur PT Santos Jaya Abadi (Kapal Api) yang merasa tidak puas dengan bisnis kerja sama proyek tambang nikel tersebut.
Dalam perjalanannya, perjanjian kerja sama yang dilakukan secara lisan itu terjadi selisih nilai dari modal yang dikucurkan dengan hasil pengerjaan proyek. Selisih nilai tersebut diperkirakan sebesar Rp 9,3 milliar lebih. sg