Zonajatim.com, Sidoarjo – Sidang gugatan 6 warga Desa Gedangan yang menolak ganti rugi pembebasan lahan pembangunan jalan Frontage Road ( FR) kembali digelar PN Sidoarjo, Rabu (22/12/2021) dengan agenda mendengar keterangan saksi.
Saksi yang diajukan Dimas SH selaku kuasa hukum 6 warga Desa Gedangan yakni Jefri Aminullah yang merupakan tetangga para pemohon.
Kepada Ketua Majelis Hakim Irwan Efendi , saksi Jefri yang ditanya Dimas SH selaku kuasa hukum 6 warga Desa Gedangan mengatakan bahwa selama ini tidak mengetahui adanya sosialisasi tentang proyek pembangunan jalan Frontage Road (FR). “Saya tahunya proyek sudah dibangun dan sampai sekarang masih dikerjakan,” ujarnya.
Jefri mengaku dengan adanya proyek FR lingkungan rumahnya sekarang terjadi banjir saat hujan karena kondisi rumah dan jalan lebih tinggi proyek jalan FR. “Padahal sebelumnya tidak pernah banjir,” jelasnya.
Lebih lanjut Jefri mengatakan untuk pembangunan FR ada 13 warga yang lahan dan rumahnya kena gusur, sementara 6 warga belum tergusur karena menggugat di PN Sidoarjo. “Saya tidak tahu alasannya, yang jelas rumah 6 warga itu harus dibebaskan,” katanya.
Sementara dari pihak termohon, baik BPN dan Pemkab Sidoarjo tidak menanggapi keterangan saksi karena dinilai tidak berwenang menilai. Sidang dilanjutkan Jumat depan dengan mendengarkan keterangan saksi pemohon serta saksi ahli dari kuasa hukum penggugat.
Seperti diketahui, langkah Pemkab Sidoarjo membebaskan lahan di jalur Gedangan untuk frontage road terpaksa tertunda. Pasalnya enam warga pemilik lahan memilih mengajukan gugatan ke PN Sidoarjo karena tak terima dengan ganti rugi yang dinilai kecil.
Sedikitnya 6 warga RW 09 Dusun Gedangan Desa Gedangan, menggugat BPN dan Dinas PU Bina Marga Pemkab Sidoarjo lantaran keberatan atas proses appraisal, karena dinilai tidak ada transparasi proses ganti rugi. Dimas SH selaku kuasa hukum 6 warga Gedangan, mengatakan penolakan pemilik lahan terkait proses ganti rugi yang tidak transparan ini sangatlah wajar.
Alasannya ganti rugi harus melibatkan masyarakat secara terbuka dan tim appraisal harus lembaga akuntabel. “Faktanya proses ganti rugi ini, dilakukan dengan narasi tekanan. Seperti ungkapan nilai appraisal yang sudah tinggi, dan kalau tidak mau maka warga tidak akan mendapatkan harga yang sesuai, dan uangnya akan dititipkan ke pengadilan,” jelas Dimas saat mengikuti sidang gugatan di PN Sidoarjo.
Nilai ganti rugi yang ditetapkan tim appraisal permeter Rp 13 juta, namun warga minta Rp 35 juta permeter dengan dasar bangunan rumah mereka besar dan bertingkat.“Karena tidak ada kejelasan ganti rugi sebenarnya kepada masing-masing penerima dan tim appraisal tidak kompeten karena tidak ada alamatnya serta cuma satu tim appraisal saja serta tidak ada rujukan informasi cara menghitung yang diterima warga maka kita menolak,” urai Dimas yang mengaku warga akan tetap mempertahankan hak milik meskipun ada eksekusi. sp