Zonajatim.com, Sidoarjo – Keluhan pengembang properti terkait kebijakan Pemerintah mengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan persetujuan bangunan gedung (PBG) ditangkap oleh kalangan perbankan yakni BTN Sidoarjo. Lewat bincang santai Coffee Morning, Branch Manager BTN Sidoarjo Liberty Lubis mengundang para pengembang Jatim baik itu REI maupun asosiasi pengembang lainnya seperti Himperra membahas perijinan PBG di Sidoarjo dengan nara sumber Kepala Dinas PUPRCK Sidoarjo Ir Soelaksono, Selasa (25/1/2022) di Gedung BTN Sidoarjo.
Menurut Liberty Lubis, pihaknya selaku penopang pembiayaan properti sangat senang dengan keluarknya Perbup Sidoarjo tentang PBG, karena ini akan mempercepat proses pembiayaan yang akan dikeluarkan oleh BTN. “Saya berharap lewat perijinan PBG ini produk-produk BTN segera bisa dimanfaatkan oleh pengembang dalam waktu yang relatif cepat,” papar Liberty Lubis yang akrab dipanggil Jerry ini.
Dalam kesempatan itu, Jerry juga memaparkan produk digital dan unggulan 2022 yang dikeluarkan BTN Sidoarjo antara lain KPR BTN Platinum, KPR Simple, KPR Gaess Millenial, KPR BTN Solusi, Kerjasama Developer Nasional, KPR Take Over, KPR Isi Ulang, KPR Agent, Mercant BTN, KPR BTN Harapan, BTN Giro dan masih banyak lagi.
Seperti diketahui Pemerintah resmi menghapus ketentuan soal Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sebagai gantinya ada ketentuan soal persetujuan bangunan gedung (PBG) yang fokus pada mengatur soal klasifikasi hingga standar teknis gedung.Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 16 tahun 2021 tentang PP UU No 28 tahun 2002 tantang bangunan gedung.
Pada Pasal 1 pada poin 17 disebutkan bahwa “Persetujuan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik Bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat Bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan Gedung”
Dengan berlakunya PP ini yang merupakan penjelasan dari ketentuan Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 45321, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Kepala Dinas PUPRCK Sidoarjo Ir Soelaksono, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhlor sangat welcome di wilayahnya baik menyangkut pembangunan perumahan bagi masyarakat umum maupun PNS atau pembangunan properti lainnya dengan sudah mengeluarkan Perbup No 94 Tahun 2021 tentang PBG. “Yang namanya properti itu tidak hanya perumahan saja, tapi juga gedung atau bangunan pabrik, perkantoran, dan lainnya,” katanya.
Dikatakan, Perbup No 94 Tahun 2021 tentang PBG yang diteken oleh Bupati Sidoarjo bulan Desember 2021 merupakan tindak lanjut dari PP No 16 Tahun 2021 sebagai langkah teknis. “Harapan kami dengan keluarnya Perbup 94 Tahun 2021 birokrasi perijinan gedung menjadi lebih cepat dan simpel tidak memakan waktu lama, karena ada beberapa tahapan yang dipangkas seperti survey lokasi cukup satu kali saja,” katanya.
Produk perijinan PBG pertama kali yang sudah dikeluarkan oleh Dinas PUPRCK Sidoarjo yakni RSUD Krian. “Kami berharap pengembang bisa segera mengajukan ijin PBG ke kami untuk segera cepat diproses,” paparnya.
Sementara itu, dalam bincang santai salah pengembang yakni Ketua Himiprra (Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat) Drs H Supratno MS.M mengatakan meski maksudnya baik untuk mengatasi persoalan birokrasi dari masalah IMB tapi nyatanya PBG tetap membutuhkan koordinasi antar pemerintah pusat dan pemda karena selama ini kok speertinya belum ada sinkronisasi. “Masalah PBG lempar-lemparan Pemerintah Pusat ke Pemda. Jadi kita sebagai pengusaha bingung yang diturutin yang mana, sehingga perlu solusi bersama, kalau nggak 2022 berhenti pembangunan,” katanya.
Menurut Supratno tidak adanya koordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah saat ini banyak proyek pengembangan rumah dan properti lainnya yang harus terhenti. Bukan karena keterbatasan modal, melainkan regulasi yang belum sinkron. “Kita berharap sinkronisasi regulasi harus segera diatasi, jangan sampai gara-gara itu pengembang mandeg usahanya bisa runyam ekonomi kita, pembangunan perumahan mandeg, kredit bank juga tak mengucur, berapa banyak nanti yang kena imbasnya,” katanya.