Zonajatim.com, Jakarta – Tragedi berdarah Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, merupakan peristiwa kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah persepakbolaan tanah air yang terjadi akibat tidak siapnya aparat dalam menjaga dan mengantisipasi timbulnya gangguan Kamtibmas dari suporter fanatik.
Kerusuhan yang menelan korban tewas dari data siang ini mencapai 153, dua orang di antaranya anggota polisi, dan tidak kurang 180 suporter luka-luka itu terjadi usai kekalahan tuan rumah Arema FC 2-3 melawan musuh bebuyutannya Persebaya Surabaya pada lanjutan kompetisi Liga 1, Sabtu (1/10/2022) malam, pecah ratusan Aremania tumpah ruah ke lapangan.”Ini tragedi kemanusian terbesar sepanjang sejarah sepakbola Indonesia, Kamtibmas kembali terganggu.” kata Ketua Presidium Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK) Gardi Gazarin, SH, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (2/10/2022).
Menurut Gardi Gazarin, insiden berdarah itu semakin kacau saat para suporter bentrok dengan pihak kepolisian yang berupaya membubarkan hingga terjadi aksi baku hantam tak terelakkan. Situasi lapangan ibarat hukum dalam rimba.
Siapa yang kuat menang. Ditambah lagi, situasi semakin mencekam ketika aparat kepolisian mulai memberondong gas air mata ke salah satu sisi tribun yang disesaki penonton menjadi panik, banyak terinjak-injak dan kehabisan nafas mengakibatkan puluhan tewas sia soa di dalam stadion dan lainnya menghembuskan nafas di ambulans dalam perjalanan ke rumah sakit, serta ketika sudah berada di rumah sakit.
Lebih lanjut kata Gardi, perisitiwa yang memilukan persepakbolaan tanah air tidak saja terparah tetapi juga banyak peraturan yang dilanggar saat insiden terjadi.”ICK sangat prihatin dan duka mendalam untuk seluruh keluarga korban secara umum tinggal wilayah Malang yang meninggal maupun luka-luka. ICK mendukung semua biaya korban diberikan pemerintah melalui Pemda Malang,” sebut Gardi Gazarin.
Ketua ICK mengatakan tragedi terbesar ini merupakan pengalaman berharga bagi polisi ke depan untuk lebih teliti dan matang menjaga situasi Kamtibmas pada pagelaran sepakbola tanah air.”ICK meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan penyelidikan intensif via gelar perkara pemicu kerusuhan serta memeriksa semua yang terlibat baik penyelenggara maupun pengaman yang ada di stadion. Walaupun Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Arfianto mengakui sebelum gelar event telah melakukan rapat berulang untuk keamanan kondusif. Tapi, nyatanya tragedi berdarah terjadi di luar dugaan jatuh korban jiwa ratusan orang mayoritas usia produktif. Apalagi pemicu targedi berdarah diakibatkan tembakan gas air mata dari aparat kepolisian,” ucap Gardi Gazarin.
Situasi saat ini lanjut Gardi, penyelenggaraan sepakbola perlu mempertimbangkan agar pertandingan sepakbola khususnya klub-klub yang memiliki suporter fanatik, kerab bentrok dan menganggu kerawanan Kamtibmas untuk digelar tanpa penonton.”Penting dipertimbangkan, khususnya klub yang suporternya rawan gangguan Kamtibmas, rawan tawuran, rawan rusuh, untuk dilakukan pertandingan tanpa penonton. Karena kehadiran suporter Aremania saja rusuh, apalagi saat kejadian ada ‘bonek’ suporter Persebaya, maka semakin rawan,” ungkap Gardi Gazarin.
Usulan ICK untuk pertandingan tanpa penonton bagi klub rawan suporter rusuh kata Gardi, ada hal terbaik untuk menjaga Kamtibmas dan tidak terjadi lagi tragedi berdarah.”Kapolri wajib mempertimbangkan kembali izin pertandingan tanpa penonton yang diusulkan ICK demi menjaga kondusifitas wilayah.
Apalagi situasi Covid-19 masih ada, tidak perlu dipaksakan, gelar apa saja yang menimbulkan kerumunan apalagi ancaman keributan perlu dipertimbangkan kembali. Apalagi sepakbola adalah event rakyat di manapun dilaksanakan memiliki pengunjung fanatik,” katanya.
Selain itu, ICK meminta Kapolri mengevaluasi lagi apalah penggunaksn gas air mata untuk menghalau suporter rusuh dibenarkan.Melihat stadion dimanapun hendaknya mempertimbangkan kapasitas termasuk kuantitas pengamanan karena event besar yang dihadapkan group tangguh peringkat peringkat teratas yang memiliki suporter fanatik jangan digelar di stadion yang kurang steril dan untuk perlindungan setempat.”Gelar sepakbola merupakan PR Kamtibmas dibutuhkan kerjasama pengamanan seluruh stakeholder sehingga peristiwa berdarah Arema FC vs Persebaya Surabaya tidak terulang di pertandingan di wilayah lain,” kata Gardi Gazarin.
Pemerintah diminta benar-benar mempertimbangkan situasi perkembangan sepakbola dari pemain maupun jumlah suporter yang semakin membludak, jika tidak terkendali akan menjadi ancaman serius Kamtibmas. Ada kemajuan signifikan sepak bola Indonesia dengan munculnya berbagai klub. Itu tentu menambah tinggi dan semangatnya intensitas suporter Sehingga inovasi teknik pengamanan dini sampsi akhir lebih ditingkatkan. Jika perlu tiap wilayah di bentuk tim atau satuan khusus keamanan jelang hingga akhir gelar Liga atau event sama lainnya melibatkan aparat gabungan dan steack holder lainnya.
Demikian pengaturan, pengendalian dan koordinasi suporter baiknya satu pintu guna lebih memudahkan mengontrol ifentitas bahkan jejak terutama adanya penonton nakal.”ICK juga meminta Ketua PSSI Mochamad Iriawan alias Iwan Bule bertanggung jawab atas tragedi kelam Stadion Kanjuruhan,” ungkap Gardi Gazarin.
Dari data ICK, tragedi terburuk dalam sejarah sepak bola dunia yang menelan banyak korban jiwa, di Stadion Kanjuruhan merupakan peringkat kedua terbesar di dunia setelah, Stadion Nasional pada pertandingan Argentina mengalahkan Peru di babak kualifikasi Olimpiade yang menewaskan lebih dari 300 orang dan 500 lainnya terluka di Lima, Peru, pada 24 Mei 1964. Kekacauan itu pecah ketika wasit menganulir gol Peru ketika pertandjingan dua menit lagi akan berakhir. jk