Zonajatim.com, Surabaya — Masalah tanah ijo dan tanah milik PT KAI yang ditempati warga hingga sekarang belum juga tuntas. Kendati Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Hadi Tjahjanto terjun langsung ke Surabaya mencoba menengahi permasalahan tanah di Kota Pahlawan, namun tetap tak menemukan solusi. Masalah tanah itu yakni antara warga dengan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN): PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Pelindo. Juga dengan Pemkot Surabaya. Yakni warga yang memegang surat Ijo.
Bahkan, purnawirawan jenderal TNI bintang empat itu sempat mendatangi beberapa rumah, di Kecamatan Wonokromo dan wilayah Tanjung Perak. Lokasi yang bermasalah dengan izin pemakaian tanah (IPT). Hadi juga berkomunikasi dengan masyarakat setempat.
Kedatangannya itu sempat menyenangkan hati warga. Mereka berharap, permasalahan yang tiada akhir itu akan selesai. “Kami sempat senang dengan datangnya pak Menteri ATR ke tempat kami,” kata Ketua Perkumpulan Warga Waringin, Bumiarjo dan Joyoboyo (Warjoyo) Sudjarwo, saat ditemui di gedung negara Grahadi, Jumat (6/1/2023).
Kunjungan menteri ATR itu berakhir di gedung negara Grahadi. Di sana, Menteri Hadi didampingi wakil menteri ATR Raja Juli Antoni, melakukan rapat koordinasi dengan PT KAI, PT Pelindo dan pemkot Surabaya. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ikut dalam rapat tersebut. Termasuk perwakilan masyarakat yang tanahnya masih bermasalah.
Namun katanya, koordinasi itu tidak memberikan jalan keluar. Hanya melahirkan rekomendasi-rekomendasi yang menurut mereka belum tentu dilakukan. Alhasil, beberapa dari mereka sempat protes kepada Hadi dengan nada tinggi. Mantan Panglima TNI itu pun langsung meninggalkan ruangan rapat.“Dalam undangan kan sudah jelas kalimatnya: penyelesaian permasalahan. Tapi, sepanjang kami mendengarkan rapat tadi, tidak ada satupun jalan keluar dari permasalahan yang kami hadapi bertahun-tahun ini. Hanya rekomendasi yang diberikan,” tegas seorang warga yang ikut rapat.
Menurut salah satu warga yang ikut dalam rapat itu, dia memberikan tiga rekomendasi kepada dua BUMN dan Pemkot Surabaya. Pertama, semua aset yang ditempati masyarakat dilepas, lalu diberikan kepada warga setempat untuk dibuat sertifikat hak milik (SHM).
Rekomendasi lainnya, semua bangunan milik warga itu dibuatkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di atas hak pengelolaan. Terakhir, semua masyarakat yang menempati aset BUMN dan Pemkot Surabaya itu direlokasi ke rumah susun.“Dari ketiga rekomendasi itu, kami hanya setuju rekomendasi pertama. Sebab, di wilayah kami, sudah 30 persen warga memiliki SHM. Salah satunya, Ermansyah. Kami sudah puluhan tahun tinggal di Kelurahan Sawunggaling,” terangnya.
Dalam pertemuan itu, warga yang hadir juga tidak diberikan ruang untuk memberikan pendapat. “Tidak ada diskusi sama sekali dalam rapat tadi. Hanya seperti ludrukan saja. Kami diberikan makan, minum lalu pulang,” tegasnya.
Di sisi lain, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto memperjelas jika kehadirannya di Surabaya hanya ingin menjadi penengah. Ia mengaku, tidak bisa memberikan keputusan dalam kasus tersebut. Hanya, ketika nanti permasalahan itu selesai, ATR/BPN mengeluarkan sertifikat yang dibutuhkan.“Mereka semua (PT KAI, PT Pelindo dan Pemkot Surabaya, Red) takut dengan undang-undang. Kalau mereka melepaskan begitu saja semua aset tersebut, pasti mereka akan ditangkap KPK. Siapa yang mau bertanggung jawab,” ucap Hadi.
Sementara itu, Pj Sekretaris Daerah Kota Surabaya Erna Purnawati memilih tawaran kedua. Semua warga hanya diberikan sertifikat HGB. Tetapi dengan membayar tarif yang rendah. Itu juga berdasarkan surat rekomendasi Kementerian ATR pada 1 Desember 2022 lalu.“Dengan surat itu, kami sudah berusaha membuat kajian. Misalnya saja, mengambil mata uang paling rendah. Rp 5,-. Itu dikalikan 50 tahun. Tapi, kami masih melakukan kajian, apakah akan dibayarkan di depan atau akhiran,” ujarnya.
Dia targetkan, akhir Januari 2023 nanti, Pemkot Surabaya sudah bisa melakukan sosialisasi kepada 47 ribu lebih pemegang IPT.Beda halnya dengan PT KAI. Manajemen Daop 8 Surabaya tidak bisa mengambil keputusan. Mereka mengaku akan melakukan rapat internal untuk mengambil keputusan dari rekomendasi yang diberikan itu.“Apakah aset itu bisa dilepas kepada masyarakat atau tidak. Ketentuan dari menteri BUMN aset tidak boleh dihibahkan. Namun, bilamana untuk kepentingan umum, kami sudah melakukan beberapa kali,” kata Kepala Daop 8 Surabaya Heri Siswanto.
Di daerah Warjoyo, Daop 8 Surabaya memiliki lahan seluas 22 juta meter persegi. Aset yang telah memiliki SHM ada sekitar 7 juta meter persegi. “Sisanya masih kami proses. Kami sudah melakukan kerjasama dengan BPN,” tambahnya. nt