Zonajatim.com, Surabaya – Pemkot Surabaya akhirnya mempertemukan pihak pengembang dengan warga terkait konflik lahan di Surabaya Barat, Kamis (9/2/2023). Pertemuan dihadiri semua pihak dan sejumlah perangkat dinas terkait.
Di antaranya, Badan Pertanahan Nasional (BPN), kepolisian, kejaksaan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Serta Pertanahan, Badan Pendapatan Daerah, Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, hingga Lurah Lidah Kulon serta perwakilan PT Ciputra Grup dan Drs Amran Lawowe selaku kuasa dari pemilik tanah Rony Tjahyadi S.
Amran mengaku lega dengan pertemuan yang difasilitasi Pemkot Surabaya dan menghasilkan kesimpulan meski tidak sepenuhnya sesuai dengan harapannya. “Sejak awal kami memang berharap untuk dipertemukan,” kata Amran yang membawa sejumlah dokumen kepemilikan lahan tersebut.
Menurut Kepala Bapenda Surabaya Hidayat Syah sebagai pemimpin rapat bahwa hasil rapat menyimpulkan untuk menyelesaikan kasus tanah itu kedua pihak diminta untuk melakukan musyawarah namun kalau tidak ada titik temu disilahkan membawa ke jalur hukum. “Kami mendorong melakukan musyawarah terlebih dahulu,” paparnya.
Langkah itu disarankan karena pihak Amran Lawowe yang mengajukan permohonan pendaftaran objek pajak baru tidak bisa diproses karena di lokasi lahan yang dimaksud sudah ada sertifikatnya dari pihak lain.
Sementara Amran Lawowe menambahkan bahwa pihaknya akan berupaya menempuh jalan musyawarah dengan mengirim surat ke PT Ciputra. Mantan jurnalis ini pun masih optimistis, penyelesaian masalah ini tetap ada. “Klien kami membeli tanah itu dengan bukti petok D yang asli seluas 5.080 M2 ditangan kami,” katanya.
Amran juga menyatakan dalam rapat tersebut pihak PT Ciputra mengklaim memilik sertifikat tanah begitu juga dengan BPN Surabaya sudah menerbitkan sertifikatnya, namun keduanya tidak memperlihatkan dokumen fisiknya.
Oleh karena itu, lanjut Amran apabila pada pertemuan musyawarah tak ada titik temu, pihaknya akan mengadukan hal ini kepada pemerintah pusat hingga Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah. Langkah tersebut menjadi alternatif solusi baginya untuk mencari keadilan. “Sebagai rakyat kecil, kami berharap segera ada solusi dari pemerintah. Jangan selalu kami dikorbankan,” tegasnya.
Menurutnya, bukti kepemilikan lahan akan didasarkan pada riwayat tanah, petok D, hingga buku register pertanahan atas kepemilikan tanah di wilayah tersebut secara turun temurun atau yang sering disebut Letter C. Letter C tersebut dapat dilihat di kelurahan.
Untuk diketahui, seorang warga di Surabaya Barat kaget saat lahannya di Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri tiba-tiba bermasalah. Tanah seluas 5.080 meter persegi miliknya diklaim sebagai milik pengembang.
Hal ini diketahui saat warga bernama Rony Tjahyadi S tersebut hendak mengurus Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tanah miliknya pada 6 Oktober 2022. Ia pun mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya.”Namun pengajuan SPPT tersebut ditolak oleh Bapenda pada 13 Desember 2022. Alasannya objek pajak berada dalam pagar sebuah pengembang,” kata pemilik kuasa Rony, Amran Lawowe.
Ia mengakui, di lahan kliennya tersebut tertancap sebuah plang nama yang mengindikasikan lahan tersebut milik pengembang. “Ada plang tulisan: Tanah ini milik Ciputra Grup. Dilarang masuk memanfaatkan/menguasai/mendirikan dan merusak bangunan di areal ini. Lengkap dengan ancaman pidananya,” ungkapnya. Sp