Zonajatim.com, Sidoarjo – Penguatan peran civil society sebagai lembaga kontrol bagi pemerintah dalam melaksanakan kebijakan publik sangat dibutuhkan untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government).
Karena itu masukan, saran bahkan kritik yang membangun dari pers, LSM dan komponen masyarakat lainnya sangat mutlak guna menunjang tugas lembaga legislatif serta eksekutif untuk menyukseskan program pembangunan daerah maupun negara.
Pernyataan itu muncul di forum bincang santai jelang berbuka puasa bersama yang digelar anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Muhajirin dari Fraksi Partai Gerindra dengan para wartawan di rumahnya, Minggu (16/4/2023).
Selain tuan rumah, acara dialog yang dipimpin Junaedi dan Nanang Haromain itu juga menghadirkan beberapa narasumber. Diantaranya Direktur Cepad Kasmuin, wartawan senior Sidoarjo Hadi Suyitno dan Luddy, Ketua PWI Sidoarjo Mustain serta budayawan, Sudi Harjanto. Hadir pula, aktivis sosial kemasyarakat Sidoarjo, Nanang Romi dan Sujani.
Dalam kesempatan itu, Kasmuin banyak mengoreksi kelemahan-kelemahan mendasar yang masih dilakukan Pemkab maupun DPRD Sidoarjo hingga saat ini. Salah satu contohnya tentang produktifitas pembuatan Peraturan Daerah (Perda).“Ini contoh saja, sejak terbitnya UU desa no 6/2014, daerah-daerah lain di Indonesia rata-rata sudah menghasilkan 14 perda tentang desa. Sedangkan Sidoarjo sendiri baru membuat 6 perda,” katanya.
Belum lagi dengan perda-perda lain yang sebenarnya sangat dibutuhkan sebagai dasar aturan dalam membangun daerah. “Sidoarjo nggak bakalan bagus kalau regulasinya saja tidak dibuat,” tandasnya.
Aktivis LSM senior ini juga menilai mental penyelenggara pemerintahan di Sidoarjo hingga saat ini masih bobrok. “Butuh pertobatan bersama, dengan begitu percepatan pembangunannya bisa digenjot,” ucapnya tegas.
Disisi lain Sudi Harjanto menyoroti tentang lemahnya peran pemerintah dan masyarakat dalam upaya pelestarian obyek-obyek yang diduga sebagai cagar budaya di kota delta.“Buktinya masih banyak peninggalan-peninggalan sejarah di Sidoarjo yang dibiarkan terbengkelai bahkan hilang begitu saja. Padahal dari benda-benda peninggalan peradaban di masa lalu itu kita bisa banyak belajar tentang tata Kelola pemerintahan, hukum dan sebagainya. Mungkin Pemkab Sidoarjo menanggap sejarah bukan hal yang penting,” keluh Sudi.
Sementara itu Nanang Romy lebih fokus pada kegiatan pembangunan yang tak jelas konsepnya dan kurang merata. Kelemahan ini terjadi baik di sektor infrastruktur, sistem pemerintahan maupun pembangunan manusia.“Contoh saja masalah pembangunan jalan. Masih banyak jalan-jalan yang dibiarkan dalam kondisi rusak sehingga merugikan masyarakat. Belum lagi soal Kurma, tugu growak dan lain-lain,” tuturnya.
Rahmat Muhajirin mengatakan peran pers, LSM dan kelompok masyarakat lain sangat dibutuhkan untuk kemajuan pembangunan dan tata kelola pemerintahan yang benar sesuai dengan keinginan rakyat. “Program pemerintah tidak bisa sukses tanpa keterlibatan masyarakat beserta elemen lainnya, makanya elemen masyarakat harus berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan pemerintah yang sudah melenceng dari harapan rakyat,” katanya. Sp