Zonajatim.com, Sidoarjo – Pengumuman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022 lalu membawa kekecewaan tersendiri bagi beberapa orang tua wali maupun calon siswa.
Pasalnya beberapa orang tua wali merasa dirugikan karena pihak penyelenggara PPDB, yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sidoarjo dinilai tidak transparan dalam penentuan dan pengisian pagu dan zonasi sehingga para siswa tidak bisa sekolah di SMP Negeri.
Salah satu wali murid bernama Ali mengatakan bahwa anaknya memiliki nilai yang tinggi dan dengan zonasi yang tepat tetapi tidak bisa diterima di sekolah pilihannya.”Anak saya itu nilainya bagus, tapi malah tergeser dengan siswa lain yang tidak sesuai zonasi. Jelas saya tidak terima lah. katanya harus mendaftar sekolah yang dalam zona domisili kok bisa anak saya tidak keterima, malah siswa dari daerah lain keterima,” ujar Ali.
Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Sidoarjo Hj. Mimik Idayana mengaku prihatin dengan kondisi pendidikan saat ini karena masih belum terlaksananya transparansi khususnya PPDB.Menurut politisi perempuan yang konsen dalam bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ini, transapransi PPDB 2023 harus dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan sistem pendidikan disidoarjo secara komprehensif dan menyeluruh.
Menurut perempuan yang juga merupakan Anggota Banggar DPRD Kabupaten Sidoarjo dari Fraksi Partai Gerindra ini ada beberapa catatan yang harus perhatikan oleh pemerintah untuk meningkatkan sistem pendidikan daerah.Pertama penguatan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran baik dalam bentuk infrastruktur pembalejaran ataupun SDM nya.
Sesuai amanah undang-undang kita diwajibkan untuk mengalokasikan 20 APBD daerah untuk pendidikan, kami berharap 60 persen dari alokasi APBD bisa digunakan untuk kegiatan dan program yang berdampak lansung bagi peningkatan pendidikan.”20 persen dari APBD dikisarkan 1 trilliun, maka 60 persennya adalah 600 juta, seharusnya dengan anggaran sebesar itu pendidikan Sidoarjo sudah maju dan tidak adalagi sekolah yang libur ketika hujan baik karena atap bocor apalagi banjir” ujarnya.
Yang kedua adalah transparansi rombongan belajar (rombel) dan pagu penerimaan peserta Didik Baru (PDBB) sekolah negeri di semua sistem penerimaan. Baik Prestasi ataupun sistem penerimaan Zonasi.
Karena keterbukaan sistem penerimaan ini merupakan awal dari sistem satu kesatuan pendidikan, bagaimana kita akan mendidik anak kalau sistem pendidikannya tidak berintegritas. Karena selain pengetahuan (knowledge) tujuan pendidikan kita adalah membentuk karakter anak menjadi baik (attitude).
Lebih lanjut Hj Mimik Idayana menegaskan bahwa dirinya akan terus memantau proses yang dilaksanakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) agar transparan dan berintegritas.
Ketika asas transparansi dan keadilan seperti kasus di atas terpenuhi maka para orang tua akan legowo ketika anaknya tidak diterima karena hasil mekanisme proses yang sesuai dengan prosedur.”Tetapi bila ditemui ada proses yang tidak transparan dan tidak adil tentu akan menimbulkan rasa kecewa dan ketidakpercayaan, semoga hal ini tidak terjadi,” ucapnya.
Menurut Hj Mimik Idayana, pembentukan SDM yang unggul dimulai dari proses PPDB yang transparan dan berintegritas. Sehingga, mereka yang masuk benar-benar sesuai dengan kemampuannya.”Kalaupun ada proses pemenuhan pagu itu harus transparan sesuai dengan prosedur untuk memberikan rasa keadilan. Jika ada yang diperlakukan tidak adil dalam proses seleksi bisa melaporkan ke DPRD Sidoarjo,” katanya.
Minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri semakin tinggi. Kondisi ekonomi menjadi alasan utama lantaran sekolah negeri tak memungut uang gedung dan SPP.
Selain itu ada prestis tersendiri bila anak mampu masuk ke sekolah negeri ‘favorit’. Namun demikian menurut Hj Mimik, kesuksesan dapat diraih di mana pun baik di sekolah swasta maupun negeri.
Yang terakhir adalah partisipasi dan peran serta masyarakat untuk mengawal bersama-bersama agar pendidikan di Sidoarjo menjadi maju, karena selain orang tua dan sekolah, lingkungan juga memiliki pengaruh penting untuk ketercapaiannya tujuan pendidikan.
Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo Zahlul Yussar menambahkan, bahwa masalah transparansi merupakan kelemahan yang terus-menerus terulang sejak awal penentuan sistem zonasi pada 2019.
Ia menyebutkan, setidaknya ada tiga hal yang tidak transparan, tidak partisipatif dan pada akhirnya tidak akuntabel. Di antaranya pengumuman jalur prestasi lomba yang tidak transparan, nilai rerata calon peserta didik dan akreditasi sekolah tidak dibuka transparan, dan data lokasi rumah calon peserta didik yang diterima jalur zonasi tidak dibuka.“Peraturan zonasi ini sudah berlangsung tiga tahun. Kesalahannya masih sama diulang-ulang. Kesalahan tahun lalu, tahun ini tidak diantisipasi. Sehingga muncul kesan tidak transparan, dan masyarakat punya hak itu,” ujarnya.
Selain ketidaktransparanan ini juga bermasalah dalam penerapan instrumen dalam seleksi. Menurutnya, penggunaan rerata nilai rapor untuk jalur prestasi akademik tidak akurat, karena tidak ada standar dalam penilaian rapor peserta didik.
Sebab, penilaian rapor dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu guru ke guru lain, tidak standar, bisa berbeda antarsatu dengan lainnya. Bila itu dijadikan acuan seleksi pada jalur prestasi akademik maka hak calon peserta didik berkompetisi dengan adil tidak terpenuhi.“Kalau ujian tidak ada, maka standar nilai tidak ada. Diambil dari rapor. Sehingga sekolah yang mencantumkan nilai apa adanya kalah dengan sekolah yang membantu siswa agar bisa masuk SMPN dengan memberikan nilai baik. Yang apa adanya ini kan jadi sulit,” terang Zahlul Yussar politisi dari Partai Demokrat ini.
Orang Sidoarjo semisal anaknya tidak diterima karena hasil mekanisme proses yang sesuai dengan prosedur maka akan legowo, tetapi bila ditemui ada proses yang tidak transparan dan tidak adil tentu akan menimbulkan rasa kecewa dan ketidakpercayaan, semoga hal ini tidak terjadi, tambahnya.
Di mata masyarakat, sekolah negeri masih dipandang lebih baik dibandingkan sekolah swasta, walaupun tidak semua dapat dikatakan demikian. Zahlul mengatakan, banyak juga sekolah swasta yang bagus. Bagi kalangan menengah ke bawah, sekolah negeri dengan biaya gratis menjadi impian warga.
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, lanjut Zahlul, SMP merupakan bagian dari jenjang pendidikan dasar sehingga Pemkab memiliki tanggung jawab memenuhi wajib belajar 12 tahun bagi anak-anak Sidoarjo. Tujuan utama pendidikan nasional sendiri tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-4 yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.“Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,” jelasnya.
Bagi Zahlul Yussar, bila ingin menghasilkan SDM yang unggul maka dimulai pula dengan proses pelaksanaan PPDB yang transparan dan berintegritas. Sehingga, ketika proses pelaksanaan PPDB telah ditutup, maka tidak ada jalur-jalur lain yang tidak sesuai dengan ketentuan perbup.“Kami minta proses pemenuhan pagu itu harus transparan sesuai dengan prosedur untuk memberikan rasa keadilan khususnya kepada anak-anak Sidoarjo yang tengah berharap untuk masuk di sekolah negeri,” tegas Zahlul Yussar yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Sidoarjo ini.
Di sisi yang lain, Zahlul mengimbau dan memberi semangat kepada siswa dan para orang tua yang putra-putrinya belum berkesempatan masuk di sekolah negeri bahwa siapapun bisa meraih sukses tidak terbatas hanya karena tidak masuk di sekolah negeri.
Menurutnya, kesuksesan bisa diraih dengan semangat dan tekun belajar baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Ia juga menekankan jangan sampai ada anak-anak Sidoarjo yang putus sekolah akibat kendala biaya.
Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo M Nasih mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) untuk memberikan informasi yang terbuka soal hasil pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Menurut Nasih, transparansi perlu dilakukan agar tidak muncul polemik yang berkepanjangan. Apalagi dalam waktu dekat, tahun ajaran baru sudah harus digelar.
Nasih menambahkan, PPDB harus berazaskan keadilan dan transparansi sehingga masyarakat bisa melihat secara keseluruhan proses PPDB yang akuntabel. “Komisi D juga meminta Dinas Dikbud untuk transparan dengan daya tampung sekolah negeri dan berkomitmen untuk tidak menambah kuota PPDB,” kata M Nasih politisi PKB ini.
Terkait masalah transparansi, tentu saja kita dorong kepada Dinas Dikbud untuk lakukan itu. Kami akan mendorong agar tidak ada kecurigaan. Sekolah pun memang seharusnya menampilkan hasil dari PPDB, supaya tidak ada keraguan dari masyarakat.
Sebab, kalau kita berbicara mengenai kekecewaan, ya pasti banyak. Salah satunya juga saya, yang selaku orangtua siswa. Tetapi yang harus kita juga pahami, sekolah ini mempunyai kuota. Mereka punya keterbatasan dalam kapasitas menampung siswa,” sambungnya.
Nasih pun berharap, masyarakat untuk tidak sungkan segera menyampaikan masukan dan saran baik terkait pelaksanaan PPDB maupun dalam kegiatan belajar-mengajar, agar sistem pendidikan di Sidoarjo menjadi lebih baik. Mengingat para siswa saat ini kata dia, adalah calon ujung tombak masa depan bangsa.“Pada intinya kami siap menampung segala aspirasi dari masyarakat dan menunggu semua saran maupun kritik, untuk dijadikan bahan dalam mencari solusi guna membangun pendidikan kita menjadi lebih baik lagi kedepannya,” tandasnya. sg/adv