Zonajatim.com, Salatiga — Pemerintah Kota Salatiga melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dinpersip) meningkatkan kualitas layanan informasi berupa pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pj. Wali Kota Salatiga, Sinoeng Noegroho Rachmadi menyatakan masyarakat literat dapat diciptakan melalui membaca. Menurutnya, membaca merupakan bagian dari jendela informasi. Terlebih, dewasa ini perpustakaan tidak hanya menjadi ruang terbuka untuk membaca melainkan menjadi pusat berkegiatan masyarakat, termasuk kelompok disabilitas.“Apresiasi untuk Dinpersip yang semakin menguatkan komitmen kegiatan pengembangan berbasis inklusi sosial. Selain itu, saya senantiasa mendukung langkah Dinpersip untuk mengembangkan pemberdayaan kelompok disabilitas,” ucapnya dalam kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) untuk Kesejahteraan yang dirangkaikan dengan Expo Literasi Kota Salatiga di halaman Dinpersip Kota Salatiga, pada Senin (3/7/2023).
Kegiatan Expo Literasi menghadirkan 18 stand pameran yang memajang beragam karya. Di antaranya Café Hening dan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) yang merupakan implementasi dari perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Pada kesempatan tersebut, Pj Walikota bersama dengan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando meresmikan Café Hening yang berlokasi di halaman dinpersip. Café Hening merupakan bentuk implementasi kelas literasi Dinpersip Kota Salatiga.
Café Hening melibatkan komunitas Sahabat Tuli Salatiga sebagai pengelola kafe. Mereka membuat table flyer berisikan gambar bahasa isyarat yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk memesan makanan maupun minum. Sementara Pertuni memamerkan buku braille yang dibuat oleh mereka untuk membantu para tunanetra membaca.
Kepala Perpusnas menegaskan literasi tidak hanya kemampuan dalam membaca dan menulis, melainkan melebihi itu yakni hingga memproduksi barang dan jasa. Untuk itu, dia menyebut konsep literasi yang dirumuskan oleh Perpusnas implementatif.“Literasi memiliki lima tingkatan. Pada tingkatan kelima ada kemampuan menciptakan barang atau jasa. Tadi sewaktu berkeliling saya melihat mas Sabar yang mampu membuat lukisan dengan kaki. Sebagai sosok yang kurang sempurna, beliau bisa menciptakan satu karya yang sulit dibuat oleh orang yang sempurna secara fisik. Jadi kekuatan literasi tidak boleh dianggap remeh,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, seniman lukis dan penulis buku, Sabar Subadri menceritakan kisah hidupnya sebagai seorang disabilitas. Dia mengatakan dunia dipenuhi dengan simbol atau tanda yang apabila disatukan dapat membentuk makna tersendiri. Membaca buku, jelasnya, mendukung kariernya sebagai seniman lukis untuk menyematkan pesan ke dalam lukisannya.“Perpustakaan adalah tempat menghimpun tanda-tanda dan saya menggunakan semiotika untuk menyisipkan pesan dalam lukisan saya. Misalnya saya buat lukisan dengan judul Sebelum Sukacita. Saya buat gambar kerbau di sawah dengan petani yang belepotan lumpur di bawah terik matahari. Itu kan menggambarkan sebuah proses yang dilakukan sebelum meraih panen raya,” kisahnya.
Membaca tidak hanya menjadi medium untuk mengakses ilmu pengetahuan, namun juga memberi bobot dalam hidup dan karya yang dihasilkannya. Buku merupakan sebuah refleksi kehidupan yang membantunya untuk mensyukuri hidup dalam keterbatasan.“Nanti di ujung kehidupan, saya tidak mau meninggal dengan merasa sia-sia. Misal Tuhan tanya apa yang kamu ketahui dari hidupmu, lalu kalau saya jawab tidak tahu apa-apa itu sama saja tidak mensyukuri karunia hidup yang sudah diberikan,” jelasnya.
Pada acara sama, diluncurkan Literasi Dini Salatiga (Sinisa) dan Pusat Informasi Keuangan Terpadu yang dikembangkan Dinpersip Kota Salatiga. Sinisa menyediakan bahan bacaan pertama bagi anak usia dini di Kota Salatiga yang sesuai dengan konteks lingkungan, sosial, dan budaya atas lokasi anak itu lahir, hidup, serta belajar untuk pertama kalinya.Sinisa berbentuk buku bacaan anak yang disusun untuk anak usia di bawah lima tahun. Terdapat tujuh aspek kecerdasan yakni kecerdasan linguistik (verbal), logika matematika, spasial (ruang), kinestetik (fisik dan gerak), musikal, interpersonal, dan intrapersonal.
Sementara Pusat Informasi Keuangan Terpadu dibentuk dalam rangka penguatan literasi keuangan masyarakat pada kelompok sasaran prioritas perempuan, pelajar, dan pelaku UMKM. Pembentukannya diinisiasi Dinpersip bersama Tim Percepatan Keuangan Daerah (TPAKD), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 3 Jateng dan DIY, Industri Jasa Keuangan, dan Bunda Literasi.
Peluncuran Pusat Informasi Keuangan Terpadu ditandai dengan penandatanganan Komitmen Literasi Keuangan oleh Bunda Literasi Kota.
Pada sesi talkshow PILM, Pustakawan Ahli Utama Perpusnas Deni Kurniadi menjelaskan bahwa Perpusnas menggagas program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) sejak 2018. Kota Salatiga telah mendapatkannya pada 2022 dan menerima berbagai jenis bantuan seperti komputer, buku, serta pendampingan pelatihan untuk pengembangan kualitas masyarakat, termasuk kelompok disabilitas.“Jadi perpustakaan tidak lagi hanya sebagai tempat untuk mendapatkan informasi tetapi juga sebagai tempat untuk berlatih keterampilan, tempat berkumpul masyarakat, tempat yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mengembangkan potensi diri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan mereka,” imbuhnya.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Mujib Rohmat memberikan apresiasi tinggi atas usaha Perpusnas untuk meningkatkan kualitas SDM di Indonesia, meskipun dengan anggaran minim.“Meskipun dengan anggaran minim, Perpusnas berhasil menyajikan program-program yang menarik untuk menutup kekurangan-kekurangan yang ada. Saya mengajak semua pihak untuk berjuang meningkatkan kualitas SDM melalui perpustakaan,” ajaknya.
Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit menerangkan Sustainable Development Goals (SDGs) membawa pesan bahwa tujuan dari pembangunan jelas berkesinambungan, sehingga harus setara dan berkeadilan untuk seluruh lapisan masyarakat. Inklusi sosial menjadi sebuah proses yang dapat diterapkan dalam rangka mencapainya.“Aktivitas membaca saat ini tidak hanya bersifat pasif, melainkan aktif untuk menciptakan sesuatu yang produktif. Maka dari itu, diseminasi dari lapisan masyarakat tertinggi sampai terendah harus terjalin dengan baik,” tegasnya. Jok