Zonajatim.com, Sidoarjo – Sidang gugatan pra peradilan yang diajukan tiga tersangka dugaan kasus korupsi PDAM Delta Tirta Sidoarjo, Kamis (11/1/2024) dengan agenda mendengar keterangan ahli yang diajukan oleh pemohon dan termohon.
Tiga tersangka tersebut adalah SLT, JRH, dan SH. SLT adalah Kepala Bagian Umum Perumda Delta Tirta, yang juga Ketua Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Delta Tirta. Tersangka JRH merupakan Bendahara KPRI Delta Tirta. Tersangka ketiga inisial SH adalah Kepala Seksi Pasang Baru Sambungan Rumah/Sambungan Langsung KPRI Delta Tirta.
Perkara dengan klasifikasi sah atau tidaknya penetapan maupun penahanan terhadap tiga tersangka diperiksa dan diadili oleh hakim tunggal Erjuna Wisnu Gautama. Sidang gugatan pra peradilan dihadiri oleh pemohon yang diwakili tim pengacara yakni Dimas Yemahura SH dan termohon pihak Kejari Sidoarjo yang diwakili jaksa Wido dan Wahyu.
Lanjutan sidang pra peradilan tersebut pihak pemohon menghadirkan ahli Dr M Sholehuddin dosen Ubhara Surabaya, sedangkan pihak termohon menghadirkan ahli Taufik Rahman Ph D dosen FH Unair Surabaya.

Saat ditanya oleh termohon mengenai apa yang dimaksud perkara pra peradilan dan tindak pidana, ahli Taufik Rahman menerangkan bahwa objek praperadilan yaitu, Sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan, Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan serta permintaan ganti rugi atau rehabilitasi.Namun sejak Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015, objek praperadilan ditambah 3 (tiga) objek lagi yaitu: 1) sah tidaknya penetapan tersangka; 2) sah tidaknya penggeledahan; dan 3) sah tidaknya penyitaan.
Sehingga sejak putusan MK ini, objek praperadilan sudah bertambah menjadi Sah tidaknya penangkapan dan/atau penahanan, Sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, Sah tidaknya penetapan tersangka, Sah tidaknya penggeledahan, Sah tidaknya penyitaan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi.”Untuk tindak pidana seseorang bisa dijerat minimal penyidik harus memiliki dua alat bukti. Bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa,” jelasnya.
Ketika ditanya oleh pemohon mengenai kasus korupsi yang menyangkut kerugian negara siapa yang berwenang mengumumkan, sesuai UU dan keputusan MK yang berwenang mengumumkan kerugian negara adalah BPK. “Namun demikian pihak lain juga bisa melakukan perhitungan kerugian negara seperti Inspektorat, BPKP maupun akuntan publik dalam pembuktian di persidangan,” ujar ahli Taufik Rahman.
Ketika dikejar oleh pemohon, apakah penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik dengan berdasarkan penghitungan kerugian negara oleh Inspektorat yang merupakan instansi di luar BPK masuk kategori sah, ahli menjawab bahwa hal itu sudah masuk materi pembuktian, bukan ranah pra peradilan.

Sebaliknya ahli Dr M Sholehuddin yang diajukan pemohon menjelaskan bahwa sidang pra peradilan merupakan kewenangan PN untuk mengontrol atau mengawasi penyidik dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka agar tidak sewenang-wenang. “Makanya penyidik harus hati-hati dalam menentukan tersangka karena ini menyangkut nasib seseorang termasuk keluarga ke depannya,” katanya.
Ditanya soal alat bukti yang sah dalam menentukan dan mengumumkan kerugian negara untuk tersangka korupsi, ahli Sholehuddin mengatakan yang berwenang sesuai UU adalah BPK. “Kalau inspektorat itu sifatnya internal dan dia bukan lembaga yang berwenang sesuai UU untuk menentukan kerugian negara,” tegasnya.
Oleh karena itu, lanjut ahli Sholehuddin persidangan pra peradilan sesuai KUHAP harus mengedepankan legalitas ketat. “Jadi penegakkan hukum dalam acara pidana harus sesuai UU,” tegasnya.
Dalam kaitan ini, seorang hakim pra peradilan harus memiliki keberanian dalam memutus sesuatu perkara yang dilakukan penyidik dalam menetapkan seseorang tersangka tidak sesuai dengan aturan atau UU yang ada.

Sementara itu, Dimas Yemahura selaku kuasa hukum pemohon mengatakan bahwa keterangan ahli Taufik Rahman tidak menjawab subtansi gugatan pra peradilan yang kami ajukan. ” Jawaban ahli pidana Taufik Rahman justru mengingkari fungsi keabsahan suatu alat bukti yang sah yang memiliki validitas dan relevan sesuai dengan UU,” tegasnya.
Padahal, lanjut Dimas, ketua Koperasi Delta Tirta Sidoarjo ditetapkan Kejari Sidoarjo sebagai tersangka korupsi dan ditahan dari hasil audit kerugian negara dilakukan Inspektorat yang tidak memiliki kewenangan sesuai UU. “Ini jelas sangat mencederai asas keadilan dan kemanusiaan,” katanya.
Untuk itu, Dimas berharap kepada hakim tunggal kebijaksanaan dan ketegasan serta keberanian dalam memutus perkara ini demi asas keadilan dan kemanusiaan. “Saya yakin kasus ini sarat kepentingan dan intervensi pihak lain, makanya dibutuhkan keberanian untuk mengadilinya,” pintanya. Zn