- Zonajatim.com, Surabaya – Vaksin Sinovac telah datang ke Indonesia dengan dibawa menggunakan pesawat Beoing 777-300ER. Pesawat mendarat di Bandara Soekarrno-Hatta sekitar pukul 21.30 WIB. Vaksin Covid-19 buatan Republik Rakyat China (RRC) tersebut selanjutnya dibawa dan disimpan di Bio Farma Bandung, Jawa Barat.
Provinsi Jawa Timur sendiri menyiapkan sebanyak 2.404 orang tenaga kesehatan sebagai vaksinator Covid-19. Ribuan vaksinator yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan tersebut telah mendapatkan pelatihan penyuntikan vaksin Covid-19 dan disebar di 968 Puskesmas diseluruh Jatim.
Anggota Gugus Tugas Rumpun Kuratif COVID-19 Jatim dr Makhyan Jibril Al Farab, mengatakan bahwa goal dari vaksin ialah membentuk imunitas komunitas, yang artinya imunitas komunitas baru bisa tercapai ketika minimal 60% orang itu sudah memiliki kekebalan.
“Ketika proses vaksinasi itu kita tidak bisa sehari langsung selesai. Vaksinasi untuk masyarakat itu membutuhkan waktu 1 sampai 2 tahun,” kata dr Makhyan Jibril, Minggu (13/12/20).
Sementara menunggu proses tersebut, menurut dr Jibril idealnya masyarakat masih menunggu ataupun sudah di vaksin harus tetap menggunakan protokol kesehatan.
“Karena saat pandemi ini dan protokol kesehatan tidak bisa langsung dibiarkan, kawatir nya orang-orang yang belum di vaksin juga ikut-ikutan tidak menerapkan protokol kesehatan,” ujarnya
“Nantinya budaya menggunakan masker ini hilang, padahal belum semuanya tercapai. Kalau kekebalan populasi nanti itu sudah tercapai, terus penularan sudah berhenti baru masker boleh di buka. Kalau penularan masih berjalan, idealnya tidak disarankan untuk membuka masker,” imbuhnya.
Lanjutnya, vaksin yang didatangkan juga masih di teliti dan belum diketahui berapa persen efektifitas.
“Katakan ini masih study, penelitian masih lanjut, sinovac ini juga masih belum, kira-kira efektifitasnya berapa persen,” terangnya.
dr Jibril menambahkan bahwa vaksin memiliki dua kemungkinan, yaitu masyarakat terjangkit tetapi memliki gejala yang makin ringan atau masyarakat tidak terjangkit sama sekali karena sudah kebal.
Sebab, idealnya proses pembuatan vaksin berlangsung seharusnya 10 tahun, namun menjadi 1 tahun, maka masih belum bisa menyatakan berapa persen efektifitasnya.
“Prinsip penghindaran Covid ini kan semakin banyak layer perlindungan kita semakin kita terhindar. Menggunakan masker terhindar 60%-70%, cuci tangan 15%, jaga jarak bisa mencapai hingga 90% antisipasi penularan. Protokol kesehatan tetap melindungi dari luar dan vaksin perlindungan dari dalam. Jadi ada perlindungan dari luar dan dari dalam,” jelasnya.
Ia berharap bila standart vaksin telah dibuat maka, Pemerintah dan tenaga kesehatan juga harus membuat dua model skenario.
“Pandemi bisa berakhir dengan sendirinya seperti influenza tanpa vaksin dengan lebih lama dan korbannya akan lebih banyak, atau dengan adanya vaksin kita membuat adanya penyebaran bisa kita segera hentikan, korban yang meninggal bisa di minimalkan,” tegasnya.
Sementara itu, Arief Bakhtiar, dr.SpP(K),FAPSR Dokter Spesialis Paru-Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki kekuatiran bahwa setelah mendapat vaksin, masyarakat akan berfikir bahwa bisa terbebas dengan protokol kesehatan.
“Nah itu yang salah satunya kita kuatirkan, vaksin tidak mengganti protokol pencegahan penularan,” keluhnya.
Arief juga mendesak seluruh jajaran tim peneliti untuk segera memberikan laporan terakit uji klinis sebelum vaksin siap di edarkan kepada masyarakat.
“Uji tahap vaksin harus selesai dulu, uji klinis sudah selesai dan laporannya baru diberlakukan ke masyarakat. Saya cenderung memastikan bahwa vaksin sudah aman dulu,” terangnya.
Satgas Covid – 19, Rumah Sakit Universitas Airlangga, Dr Alfian Nur Rosyid Sp.P menekankan masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan meskipun telah mendapatkan vaksin dari Pemerintah.
“Tetap harus menggunakan protokol kesehatan meskipun di vaksin,” katanya.
Namun, vaksin sinovac yang telah di beli oleh Indonesia hingga hari ini belum di nyatakan efektif sebab masih masuk dalam tahap ujicoba.
“Protokol kesehatan tetap harus dilakukan, karena kita tidak tau efektifitas dari vaksin tersebut. Nanti kalau uji klinis sudah selesai vaksin itu perlu di berikan,” terangnya.
dr Alfian berharap, bila masyarakat dapat mengakses vaksin, maka Pemerintah harus memberikan pemerataan vaksin tanpa berbayar untuk seluruh elemen masyarakat.
“Nanti kalau sudah dinyatakan bisa dan mana yang direkomendasikan, nanti ada penyediaan vaksin tersebut yang di tanggung oleh pemerintah, semua elemen masyarakat akan mendapatkan vaksin tersebut secara cuma-cuma,” tandasnya. sb