Zonajatim.com, Surabaya – Sidang lanjutan kasus penipuan tambang nikel dengan terdakwa Christian Halim yang diadili Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan tiga saksi yang diajukan Alvin Lim SH dan Jaka Maulana SH kuasa hukum terdakwa Christian Halim, Senin (5/4/2021).
Tiga saksi itu semuanya saksi ahli yakni dua ahli pidana DR Sholehuddin SH dosen Ubhara Surabaya dan DR Dwiseno Wijanarko dosen Ubhara Jakarta serta ahli bahasa Dr Puji Karyanto dosen Ilmu Budaya Unair Surabaya.
Dalam keterangannya di muka majelis hakim yang dipimpin Ni Made Purnami, saksi ahli menerangkan soal perbedaan wanprestasi dan penipuan yang ditanyakan oleh Jaka Maulana SH serta Alvin Lim.
Saksi ahli Sholehuddin menjelaskan terkait perbedaan istilah wanprestasi dengan tindak pidana penipuan.
Menurutnya, penipuan adalah rangkaian kebohongan yang sengaja dilakukan pelaku untuk mempengaruhi korban. Apabila korban sejak awal tahu, pasti tidak akan tergerak untuk melakukan perjanjian.
Menurut Sholehuddin wanprestasi merupakan implikasi dari tidak dilaksanakannya kewajiban dalam suatu perjanjian, kesepatan atau perikatan. Hak dan kewajiban timbul karena adanya perikatan dalam perjanjian yang sah menurut Pasal 1320 KUH Perdata. Kemudian berkenaan dengan konsekuensi atas wanprestasi sebagaimana diatur dalam pasal 1243 KUHPerdata dinyatakan adanya somasi, kemudian penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan. “Mereka yang berselisih ini terutama yang memberi pekerjaan bisa mengajukan gugatan perdata,” jelasnya.
Ditanya oleh Jaka Maulana apakah seseorang yang melakukan kesepakatan mengerjakan proyek namun dalam perjalanannya dinilai tak memuaskan karena tak sesuai janji kemudian diputus sepihak, masuk kategori wanprestasi atau penipuan.
“Hukum pidana itu untuk mencari kebenaran materiil berarti yang dicari perbuatan yang sesungguhnya terjadi, namun sebelum masuk ke ranah pidana harus dicari dulu hubungan keperdataan, artinya apakah sebelumnya ada hubungan keperdataan atau tidak, kalau ada maka harus diselesaikan asas keperdataan, jadi tidak bisa meloncat langsung pidana karena hukum pidana ada norma-norma tersendiri,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut DR Sholehuddin SH kasus yang menimpa terdakwa Christian Halim ini harus diselesaikan unsur keperdataannya dulu karena sejak awal sudah ada perjanjian atau kesekapatan antara dua pihak, maka kalau terjadi perselisihan usaha maka harus ditempuh jalur perdata terlebih dulu.
Hal sama juga disampaikan saksi ahli DR Dwiseno Wijanarko yang menyatakan kalau kasus pidana yang ada unsur pidana sedang perdata ada unsur keperdataan, jadi tidak dtarik-tarik. “Pendapat saya sejak kalau sejak awal kasus ini perdata, maka harus perdata jalan persidangannya, tidak bisa ditarik pidana,” tegas Dwiseno.

Sementara saksi ahli bahasa Puji Karyanto mengatakan masalah bahasa target adalah pengertiannya estimasi rasional yang harus dikejar berdasarakan perhitungan strategis sesuai dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan.

JPU Novan dan Ny Sabetania tak mengomentari penjelasan saksi ahli bahasa, karena kasus yang disidangkan adalah kasus pidana.
Terdakwa Christian Halim ketika diminta hakim mengomentari keterangan saksi ahli, Christian Halim mengatakan keterangan saksi benar semua.

Alvin Lim dan Jaka Maulana SH selaku kuasa hukum Christian Halim mengatakan keterangan saksi ahli sudah pas dengan harapannya, yakni sejak awal kasus yang menjerat kliennya ini murni perdata. “Ini kan sengketa kesepakatan atau perjanjian saja,” tegasnya.
Kasus ini dilaporkan oleh Christeven Mergonoto yang juga salah satu direktur PT Santos Jaya Abadi (Kapal Api) yang merasa tidak puas dengan bisnis kerja sama proyek tambang nikel tersebut.
Dalam perjalanannya, perjanjian kerja sama yang dilakukan secara lisan itu terjadi selisih nilai dari modal yang dikucurkan dengan hasil pengerjaan proyek. Selisih nilai tersebut diperkirakan sebesar Rp 9,3 milliar lebih. sg