Zonajatim.com, Sidoarjo – Selama kurang lebih empat tahun menjabat sejak Agustus tahun 2019 hingga Juli 2023 sebagai Ketua DPRD Sidoarjo H Usman mampu menjaga harmonisasi antara legislatif dan eksekutif.
Ini terlihat dari program eksekutif yang diajukan ke legislatif begitu juga sebaliknya berjalan mulus tanpa ada penolakan. “Kami akui bahwa kepemimpinan pak Usman di legislatif sangat baik dan kondusif begitu juga hubungan dengan eksekutif juga sangat harmonis,” ujar Ketua Fraksi PKB DPRD Sidoarjo Abdilah Nasih.
Hal sama juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Sidoarjo H Kayan dari Fraksi Partai Gerindra bahwa H Usman sebagai Ketua DPRD sangat pandai menjalin hubungan yang baik dengan sesama anggota dewan maupun jajaran eksekutif mulai era Pj Bupati Hudiono hingga saat ini Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor. “Kami salut dengan pola kepemimpinan pak Usman yang bisa menjaga harmonisasi antara legislatif dan eksektif,” papar Kayan.
Dikatakan, bahwa dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mempertegas posisi DPRD sebagai salah satu Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. Pasal 58 UU tersebut menyebutkan Penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah.
Sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah, maka DPRD merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah sehingga kedudukan DPRD dan Kepala Daerah sama-sama sebagai penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Hubungan antara legislatif daerah (DPRD) dengan eksekutif daerah (Pemda) akan muncul berkaitan dengan dilaksanakannya tugas dan wewenang masing-masing, terutama bidang tugas yang menjadi urusan bersama seperti pembuatan peraturan daerah (Perda), penetapan APBD dan lain-lainnya. Dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 16 dikatakan bahwa badan legislatif daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah.”Untuk menjamin pelaksanaan tugas dan kewenangan agar dapat berlangsung seimbang, kepada kedua institusi ini diberi kedudukan sejajar dalam pola kemitraan. Artinya, diantara kedua institusi tidak dikenal hubungan secara hirarkhi atau tidak berlaku hubungan atasan-bawahan,” ujarnya.
Dengan demikian yang dikenal adalah hubungan koordinatif atau kerjasama, dan bukan hubungan sub ordinatif. Dalam hubungan horizontal ini, masing-masing institusi berada pada jalur tugas dan kewenangannya yang tidak dapat saling diintervensi. Pemda tidak dapat memasuki ranah politik, dan DPRD tidak bisa memasuki administrasi pemerintah daerah. “Sinergitas serta harmonisasi yang baik antara legislatif dan eksekutif yang sudah dijalankan dan dijaga Ketua DPRD Sidoarjo H. Usman menghasilkan program pembangunan Kabupaten Sidoarjo berjalan lancar,” katanya.
Lantas bagaimana harmonisasi antara legislatif dan eksekutif yang dijalankan Ketua DPRD Sidoarjo H Usman. Ia mengatakan bahwa komunikasi dan koordinasi antara eksekutif dan legislatif terus dilakukan untuk menjaga harmonisasi kinerja. “Kami selalu ada tegur dan sapa dalam menjalankan roda pemerintahan. Legislatif dan eksekutif diharapkan saling mengingatkan bila salah dalam menjalankan regulasi,” ujar H Usman politisi dari PKB ini.
Ketua DPRD Sidoarjo H Usman mengatakan komunikasi dan koordinasi bisa dilakukan melalui pertemuan-pertemuan sehingga terjalin sebuah sinergisitas yang harmonis antara anggota DPRD dengan bupati. Dengan begitu akan mempererat hubungan untuk membangun Kabupaten Sidoarjo menuju yang lebih baik lagi.Dikatakannya harmonisasi harus dibina dan dijalin dengan baik. Menurutnya harmonisasi yang tercipta antara legislatif dan eksekutif akan membawa manfaat yang baik kepada masyarakat. H. Usman menegaskan hubungan yang baik akan memberi efek positif bagi kemashlatan pembangunan di Kabupaten Sidoarjo.
H. Usman menambahkan bahwa selama menjabat sebagai pimpinan dewan dirinya selalu menjalin saling pengertian dengan eksekutif. Pengertian yang dimaksud menurutnya sangat sederhana. Antara legislatif ada eksekutif harus saling memahami kebutuhan masing-masing.
Dikatakannya DPRD sebagai fungsi aspirasi masyarakat diharapkannya mendapat respon positif oleh eksekutif. Pasalnya dipundak 50 anggota DPRD menanggung aspirasi 2 juta 300 masyarakat Sidoarjo. Untuk itu bupati dan TAPD harus mengetahui apa yang menjadi kebutuhan legislatif. “Kalau hal ini bisa kita lakukan dengan saling pengertian Inshaalloh pembahasan RAPBD tidak akan mengalami sebuah hambatan-hambatan yang berarti,” ucapnya.
Untuk itu, maka harmonisasi dan sinergitas antara legislatif dan eksekutif sebagai mitra harus dijaga. Menjaga sinergitas kemitraan merupakan keniscayaan yang tidak boleh dibantah. Oleh karena itu menghadirkan jiwa besar dalam pengelolaan pemerintahan daerah sangat diutamakan. “Selama ini kami menjaga harmonisasi dengan Pemkab Sidoarjo untuk menjaga keselarasan dan komunikasi dalam hal perencanaan antara eksekutif dan legislatif sebelum ditetapkan menjadi RAPBD,” ujarnya.
Sebagai contoh, setiap menggelar sidang paripurna sebagai rapat tertinggi yang ada di dewan, pimpinan DPRD selalu melibatkan unsur Forkompimda untuk hadir. Baik dari pihak kepolisian, TNI, kejaksaan maupun pengadilan. “Forkompimda di Sidoarjo ini hubungannya berjalan dengan baik. Harmonisasi ini terus kami bangun, tidak hanya dalam komunikasi informal melainkan juga formal. Dari situ semua bisa mengetahui setiap keputusan yang kami tetapkan. Sehingga kemana arah pembangunan di Sidoarjo bisa dipahami bersama. Harapannya ketika ada persoalan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas, maka semua unsur pimpinan daerah bisa bersinergi bersama dalam menuntaskan persoalan itu,” tegasnya. Sp/adv